Edisi Galau - Hati yang Kehilangan


Hati yang Kehilangan
02 Juni 2012
3:29


Ia perpeluh, tertatih-tatih, dadanya kembang kempis. Usahanya meraih kesuksesan bisa dibilang mendekati tak hingga. Ia menatap gerbang kesuksesan yang gilang-gemilang. Beberapa langkah lagi ia maju, ia menang. Ketika menengok, di belakangnya banyak orang berebut hal yang sama. Namun ada yang aneh, ketika ia mau melangkah, langkah-langkah akhir ini terasa sangat berat. Hatinya seakan menolak langkah akhirnya. Ada yang salah, ada yang kurang. Ia butuh kebenaran yang memuaskan hatinya. Detik itu ia harus memutuskan, maju atau mundur, memimpin atau tertinggal.

Sejenak ia terdiam.

Ia bisa maju, meraih mimpinya, tapi ia akan semakin menentang hatinya. Ia bisa membuat orang-orang di sekitarnya tersenyum bangga, tapi ia akan melanjutkan langkahnya dengan hampa. Ia bisa merasakan dunia di genggamannya, kursi kepemimpinan didudukinya, harta mengalir di sekitarnya, dan pujaan hatinya semakin dekat dengannya. Sayang, ia akan melawan dirinya sendiri. Ia kehilangan apa yang sejatinya dicita-citakannya dari kecil: teguh di atas prinsip. Ia sadar, selama ini ia hanya menuruti arus kehidupannya. Ia tidak punya dasar perjuangan. Ia bisa mundur, lalu memuaskan hatinya. Tapi ini akan membuat seakan usahanya percuma. Terbayang di benaknya bagaimana wajah kecewa orang-orang di sekelilingnya. Untuk apa juga hatinya puas?

Satu, dua, tiga orang mulai menyalipnya.

Langkah pertama ia ambil. Ia melawan arus manusia-manusia lainnya. Mulai berat ia merasakan konsekuensi keputusannya. Wajah-wajah heran mulai bermunculan. Ia dianggap kehilangan mental pejuang. Ia dianggap salah arah. Langkah-langkah berikutnya, ia merasa sendiri. Kesepian menghantuinya. Namun jiwanya bergetar, memberinya kekuatan yang selama ini tidak pernah dirasakannya.

Sempat ia ragu. Ia pun diam lagi. Tapi ia tahu, ia harus terus melangkah mundur, mencari yang hilang dari hatinya. Ia harus berusaha mempercepat langkahnya. Berharap, jika puzzle kehidupannya telah ditemukan, ia bisa segera menyusul yang lain.

Sayup-sayup ia dengar, posisi impiannya telah diambil temannya. Ia dengar temannya menjadi pemimpin yang hebat, disegani, dan dicintai saudaranya.
Sayup-sayup ia dengar, temannya sedikit demi sedikit telah sampai di sungai harta dan rajin menyedekahkan bagiannya.
Sayup-sayup ia dengar, perempuan idamannya telah berada di jalur yang berbeda dan semakin jauh dari jangkauannya.

Langkah demi langkah semakin perih. Cita-citanya seakan kandas. Ia belum pernah merasakan mendung sepekat ini. Demi impiannya ia telah mengarungi samudera dan mendaki pegunungan. Demi impiannya ia pernah mengencangkan ikat pinggang berhari-hari. Demi impiannya ia pernah mati-matian membantu dan dibantu orang. Dan satu per satu teman-temannyalah yang menggapai mimpinya.

Langkah-langkah yang tidak diketahui akhirnya semakin menghantuinya. Perjuangan mencari oase kebenaran tidak disangka akan seberat dan serumit ini. Kata A kebenaran ada di B, kata C di D, dan kata Z di X. Ia juga semakin dianggap aneh. Untuk apa hal seperti ini diributkan?

Di luar dugaan, hatinya mengarahkannya pada pemikiran yang selama ini ia anggap remeh.

Percuma ia memimpin, berjasa dan adil pada manusia, sementara ia tidak tahu tujuan utama kepemimpinannya untuk apa, mau diarahkan ke mana anak buahnya. Kesejahteraan? Ia tidak mendengar negeri yang 100% penduduknya makmur, namun ia pernah mendengar sejarah negeri yang 100% penduduknya pandai bersyukur. Keadilan? Ia melihat pemimpin-pemimpin saat ini yang dianggap tidak adil, dulu ketika mereka seusianya mereka lebih hebat darinya. Ia simpulkan, godaan untuk menjadi tidak adil sangat halus sehingga pelan-pelan bisa mengubah pemuda berprestasi menjadi monster bagi negaranya.

Percuma ia kaya, sementara ia tidak tahu jalan menjadi kaya tanpa menyakiti orang lain. Ia bisa meminjam uang dari lembaga, tapi ia harus menelan fakta bahwa lembaga itu telah mencekik saudara-saudaranya. Bagaimana mungkin ia bisa terus hidup dengan fakta itu? Ia bisa membuka usaha kecil, tapi rasanya tidak sepantasnya manusia dengan latar belakang sepertinya mengambil lapangan bisnis itu. Bukan, bukan sombong, tapi ia tidak akan nyaman mengambil tempat orang lain. Ia harus konsekuen dengan pilihannya selama ini.

Ia sadar, bukan tujuan hidupnya untuk menjadi pelaku besar dalam sejarah, tapi bagaimana ia ikut andil menciptakan sejarah. Biarlah temannya yang memimpin, ia akan menjadi anak buah yang baik, yang mengingatkan temannya ketika salah dengan cara yang baik. Biarlah temannya yang kaya, ia akan selalu memberi contoh pada mereka untuk berbagi.

Kebenaran belum ditemukan jawabannya, yang jelas kini ia semakin kaya akan pengetahuan.
Ketenangan belum sepenuhnya hadir di hatinya, yang jelas kini ia telah memimpin dirinya sendiri, ia merdeka.

Memang belum terlambat untuk menyusul, bahkan menyalip teman-temannya. Tapi ia akan melangkah di jalurnya, jalur pencari kebenaran, dengan langkah yang lebih mantap, langkah seorang penuntut ilmu.



n.b : Mengenai wanita, ia yakin ia akan mendapat pengganti yang sesuai. Bisa saja wanita yang akan ia dapatkan adalah wanita itu, tapi tentu dengan kualitas yang lebih baik. Hatinya terlalu berharga untuk memusingkan satu wanita. Jiwanya lebih lapar dari sekedar menggalau. Keturunannya memang kelak harus dididik oleh wanita yang tidak sembarangan, tapi wanita itu belum bisa ia tentukan saat ini.

0 comments:

Post a Comment

 
Zombie Twenty Fourolololol © 2010 | Designed by Trucks, in collaboration with MW3, Broadway Tickets, and Distubed Tour