No!!
Gue gak menggalau
kalo gue ngincer bidan!!
Ceritanya berawal
dari hari Rabu, 5-12-12, si A mati. Gue kaget pagi-pagi liat dia terpojok
terhimpit batu. Waktu gue angkat, perutnya terlihat memar dan cangkangnya
melunak. It's a sad morning bro.. Tapi belum sempat merawat, gue harus segera
ke kampus. Dan di kampus gue mendadak ditawari dosen-dosen buat bantuin jadi
panitia Int*rnational Conf*r*nc* on Wom*n's H*alth in Sci*nc* and Engin**ring
(WiS* H*alth) 2012. Berhubung gue berprasangka baik bakal dapet makan gratis,
gue pun mengiyakan. Singkat cerita, gue akhirnya seharian di kampus dan
pemakaman si A dilakukan sendirian oleh Bung Soto Koya.
Paginya, setelah
kuis, gue beranjak bantuin konferensi itu tadi. Ada sedikit kejadian lucu. Gue,
yang sangat berpengalaman menebalkan muka untuk mengambil konsumsi seminar,
menjadi volunteer untuk mengambilkan tambahan makanan buat temen-temen gue.
Alesan temen-temen gue ga mau ngambil sangat logis: di dekat sana ada dosen,
jadi malu buat ngambil lagi. Tapi gue mah bodo amat. Gue yakin dosen pernah
ngrasain hal yang sama waktu jadi mahasiswa. Dan ternyata benar, pas gue ambil
makanan, si dosen ngeliatin. Gue ngrasa kikuk. Tapi beberapa milidetik kemudian
datang dosen lain yang berkata "Wah, Mas, mantep kamu ketua kelas mau
ngurusin teman-temanmu yang lain". Lalu beliau ngomong hal senada ke dosen
yang tadi ngeliatin gue(sebut saja bu A). Gue yang yakin kalo muka gue memerah,
ngomong "Saya juga dulu ketua kelasnya bu A waktu DRE kok Bu. Hehe".
Akhirnya karena ga tahan malu diomongin yang baik-baik sama dosen, gue
mengurungkan niat mengambil kue sus sepiring penuh buat gue dan temen-temen
gue. Gue membatin "untung dua dosen itu ga tau kalo semester kemarin gue
sering bolos sampe disuruh menghadap dosen wali"
Waktu siang, gue
giliran jadi operator slide. Lumayan fail laah gara-gara bengong. Beberapa kali
kecepetan ngeganti slide, beberapa kali pembicara butuh negur gue buat ngeganti
slide. Tapi bengong gue bengong akibat materi mereka yang keren sob! Yaitu tentang
bidan. FYI, seminar itu berjalan paralel. Satu di Albar, satu di gedung labtek
VIII. Yang di aula hampir semua pesertanya ibu-ibu bidan. Dan gue naas, yang
gue mau liat tuh materi engineering yang di labtek VIII, tapi malah disuruh
jaga di Albar. Tapi gue mendapat pelajaran yang berharga waktu jadi operator,
waktu gue mau ga mau harus merhatiin presentasinya.
Bidan. Gue
sejujurnya sebelum ini mengabaikan profesi itu. Engga sampai memandang rendah
sih, tapi sebelum ini kalo mendengar kata bidan, yang terlintas hanyalah
ibu-ibu perawat. Ga pernah kepikiran bagaimana hebatnya mereka untuk dunia ini.
Bidan, di banyak
daerah merekalah orang yang memperkenalkan 'dunia modern' ke masyarakat. Mereka
mampu berbaur dengan warga setempat dengan baik lalu melaksanakan pengabdian
masyarakat yang sebenar-benarnya. Di salah satu slide ditunjukkan ada bidan
yang bahkan sampai menggerakkan masyarakat hingga dalam sanitasi dan memberi
nilai tambah dengan pengolahan sampah. Padahal jika mereka 'hanya' melaksanakan
tugasnya, mereka cukup duduk-diam-bekerja di puskesmas setempat. Faktanya
bahkan ada yang sukses membuat masyarakat bersedia mengeluarkan dana untuk
membeli ambulans.
Jika lo mau bersikap
sinis dengan mengeluarkan statemen bahwa mereka begitu karena terpaksa dan
kebetulan masyarakat sedang butuh, cobalah ke sebuah pedalaman, ubah kebiasaan
mereka dari berobat ke dukun menjadi ke lembaga kesehatan resmi sambil mengurus
keperluan keluargamu!
Belum lagi, kerja
keras mereka berbuah lahir dan tumbuhnya generasi-generasi penerus. Tidak
terhitung berapa banyak proses kelahiran yang sukses dengan bantuan bidan,
mulai dari di tengah kota hingga pelosok pedesaan. Sayangnya, gue sebagai salah
satu generasi penerus belum berusaha sekeras mereka. Jujur aja gue luarbiasa
malu kalo denger ada yang menyombongkan diri atau minimal mengaku sebagai 'role
model', 'iron stock', dan semacamnya, tapi tidak berusaha menghindari
pembajakan software, film, dll. Ga ada apa-apanya Mas, dibanding ibu-ibu bidan
yang diam-diam memajukan negara, yang secara tidak populer menjadi solusi
permasalahan bangsa...
Itu baru bidan,
belum lagi guru-guru di daerah, pemulung di sekitar kita, sopir angkot,
bapak-bapak tukang parkir, PNS dan polisi yang jujur, serta berbagai profesi
'tidak menarik' lainnya yang memiliki jasa sangat besar. Anak-anak yang
digadang-gadang untuk meneruskan cita-cita mereka malah menjadi tidak jelas
aktivitasnya. Jangan nunjuk pemuda-pemudi alay dulu! Jangan arahkan pikiran lo
ke orang lain! Lihat dirimu! Katanya galau mau nikah. Ckckck... Bisa jadi
sejatinya kitalah sampah masyarakat. Muda, sehat, peluang banyak, kerjaannya
malah main terus -_-
Keterangan:
* = e; sengaja gue sensor biar ga ada orang
yang nyari info tentang acara tersebut nyasar ke blog ga jelas ini
0 comments:
Post a Comment