Cucu dan Kakek

Suatu hari setelah pulang dari latihan sepak bola, Yaoming (4) berkata pada kakeknya Roger (60),
"Kek beliin aku sepatu dong, teman-temanku yang pake sepatu merk "Doa Ibu" nendangnya bisa kenceng-kenceng tadi."

mendengar celotehan cucunya tersebut si Kakek tertawa teringat tentang masa lalunya dan berkata pada cucunya,
"yakin itu gara-gara sepatunya?"

"iya Kek! sepatunya bagus soalnya"

Si Kakek kembali tertawa dan memangku cucu kesayangannya sambil bercerita,

"Dulu Kakek pernah menjadi juara kampung dan kalau tidak terhalang kebutuhan keluarga, Kakek mungkinakan menjajal dunia profesional. Saat itu tidak sedikit orang yang mengakui kapasitas Kakek. Bahkan Kakek disebut-sebut akan bisa membawa Indonesia juara dunia. Itu semua dilakukan Kakek dengan sebuah sepatu kesayangan yang sudah butut yang sekarang masih terpajang di lemari Kakek. Padahal waktu itu musuh-musuh Kakek sepatunya bagus-bagus, malahan ada yang ber merk "Doa Ibu" seperti yang kamu minta."

"Oooh jadi aku harus pake sepatu Kakek ya biar bisa nendang kenceng?"

"Hahaha bukan begitu maksud Kakek, sepatu itu hanya alat pendukung. Yang membuat kamu bisa gocek seperti Messi atau nendang kenceng kaya Ronaldo ya kamu sendiri. Mereka bisa seperti itu pasti karena berlatih dengan keras dan tekun tiap hari. Teman-temanmu yang bisa nendang kenceng pasti juga begitu. Kalau kamu belum mencoba dan berlatuh trus sudah beralasan sepatunya jelek ya kamu nggak akan bisa berkembang. Kali ini sepatu, besok kaos kaki, trus besoknya lagi apa? Model rambut kaya Tsubasa? Hahaha"

"Berarti aku harus tekun berlatih ya Kek?"

"Bener banget, selain itu juga kamu harus bersyukur dengan apa yang kamu miliki. Jika tidak bersyukur, kamu nggak akan pernah merasa cukup dan bukannya berlatih tapi malah bakalan ngeluh ini itu terus"

"Siap Kek! Aku akan berlatih dengan tekun mulai sekarang!" sambil melompat dari pangkuan Kakeknya lalu ke halaman untuk berlatih, "Ciaaaat tendangan Si Maduuun!!!"

"PRRAAANKK!!!" bola kena kaca tetangga dan Si Kakek hanya bisa geleng-geleng sambil mengeluarkan dompet.

tidak pernah bersyukur dan selalu mengeluh akan menghambat kita untuk berkembang

Gue dan Jika Gue gak di Kampus ini


Malam ini, gue sama temen gue yang jago banget nulis konten blog humor gak jelas masih belum tidur. Semua anak lain di kosan gue pada “diem” gak jelas di kamarnya masing-masing. Ada yang main game PS 1 edisi tahun 2003, ada yang nonton tv series amerika, ada yang tetap belajar materi kuliah walaupun sekarang kenyataannya malam minggu, ada yang numpang tidur di kamar orang karena alasan kesepian, sampai ada yang download materi kuliah belasan giga padahal itu semua gak “real” menurut gue dan semua penghuni kosan yang lain.

Abdi, si penghuni lantai satu paling miris malam ini. Yang gue tau dari dia adalah dari sejak awal kuliah sampai jadi mahasiswa tingkat 2, dia strong (istilah mahasiswa aktivis) banget. Tapi malam ini gue, abdi, dan dua orang yang tertidur  di kasurnya si Bagas (berarti yang tidur bukan Bagas) seperti jadi orang paling pathetic di kosan. Sekarang malam minggu (pas lagi bikin tulisan gak jelas ini), padahal biasanya kosan gak pernah sepi kalo malam minggu. Dari battle counter strike sampai main kartu dengan hukuman makan sambal bagi yang kalah di setiap giliran biasanya jadi aktivitas rutin di kosan.

Entah karena saking gak adanya bahan obrolan yang bermutu atau karena yang masih gak bisa tidur cuma gue dan si Abdi, akhirnya tema “jika kita gak kuliah di sini” menjadi bahan obrolan paling garing malam ini.

*** 

[Flashback ke Januari 2010] balik ke masa setelah pengambilan rapor SMA kelas 3 semester 1

Beberapa hari ini adalah hari-hari paling sadis menurut gue. Gimana gak sadis? Temen-temen gue yang rapornya bagus dan masuk sepuluh besar kelas bisa ikutan PMDK (semacam penerimaan mahasiswa melalui seleksi rapor di jaman gue). Gue dan beberapa temen-temen gue yang gak bisa ikutan PMDK berasa jadi orang paling gak berguna dan menyia-nyiakan hidup. Gak ada tempat yang paling layak kita jadikan buat duduk selain lantai depan kelas (waktu itu) ngeliatin anak-anak yang bisa ikutan PMDK mondar-mandir dari ruang kepala sekolah ke ruang guru ke ruang BK dan balik lagike ruang kepala sekolah. Gue dan temen-temen gue yang terdampar di lantai hanya bisa terdiam dan galau. Dan yang masih gue ingat pada masa ini adalah ucapan si Fajar, kuran glebih kaya gini “santai bro, saat ini kita dibawah dan merasa gak ada harapan, tapi kita harus buktikan ke mereka semua kalo kita gak bakal kalah dari mereka” (dengan beberapa perubahan).

Suatu malam, gue ungkapin rencana gue ke orang tua apa dan kemana rencana gue setelah lulus SMA nanti.

Tapi yang gue tau, Sang Waktu itu adil. Ada titik dimana kita berada pada masa paling hina di hidup kita dan itu harus kita jalanin buat jadi pelajaran hidup yang gak akan kita lupa. Ada pula titik dimana kita kita merasa jadi yang paling jagoan sebagai apresiasi atas kerja keras kita. Dan saat ini, setidaknya temen-temen gue yang dulu terdampar di lantai kelas bareng gue udah mulai nunjukin “taring-taring” masa depan mereka.
Fajar, yang meski kuliah terlambat satu tahun karena gak lulus di tahun pertama sekarang udah jadi mahasiswa keren (menurut gue) di ITS kampusnya. Hamid, yang menghentikan tradisi keluarga untuk kuliah di Bandung, setau gue sekarang udah punya bisnis sama ceweknya. Ahmad, yang bertukar mimpi dan cita-cita dengan gue, sekarang memiliki harapan untuk merubah citra departemen keuangan kedepannya. Arsyl, yang dulu punya julukan ikan paus atau beruang kutub karena berat badannya, sekarang udah sibuk terus dengan hobinya di Jakarta. dan masih banyak temen-temen lainnya yang sekarang merintis mimpi dan cita-cita indah buat masa depan mereka.

***

Dan jika gue gak kuliah di sini, di kampus ini. Gue gak bakalan kenal sama Abdi, yang meskipun sekarang lagi berada di titik nol dalam hidupnya tapi gue tau kalo dia bakalan bangkit dan jadi orang keren nantinya. Gue gak bakalan kenal sama Aziz, anak yang hobinya belajar tapi keren banget kalo main bola di posisi “jangkar”, gue gak bakalan kenal sama Pratomo yang bermimpi jadi pengusaha sukses kedepannya. Gue gak bakalan kenal sama Febri yang ngasi tau ke gue kalo passion itu bisa menguatkan mimpi kita. Gue gak bakalan kenal sama Bani yang ngasi tau ke gue kalo DNA bakteri itu bisa dipotong dan dimasukkan ke bakteri lain. Gue gak bakalan kenal sama Tomo yang kelihatannya punya disorientasi seksual tapi sebenernya orang tabah dan bermimpi besar. Dan pastinya gue gak bakalan kenal sama orang-orang keren yang gue kenal saat ini.

Dan jika memang gue gak kuliah disini, gue gak akan tau kalo impian gue sebenarnya adalah jadi pendiri tim bola dan pelatih legendaris di Indonesia. Dan jika memang gue gak kuliah disini, gue pasti akan meminta diberikan kesempatan agar gue kenal sama mereka semua. Karena yang gue tau, satu musuh itu kebanyakan, tapi sejuta sahabat itu kurang.

Jika Gue Bukan Mahasiswa di Kampus Ini

Gue akan masuk IPB, belajar tentang pertanian lalu fokus untuk menjadi petani modern. Gue juga akan mengasah kemampuan berbisnis gue dengan ikut lomba-lomba bisnis yg cukup banyak di kampus tersebut. Dan di awal tingkat 3, di sebuah kompetisi bisnis plan nasional, gue sebagai salah satu finalis akan bertemu tiga orang yg saat ini jadi kawan saya: Kakek, Mucho, dan Soto Koya. Mereka bertiga terlihat seperti orang-orang mengenaskan yang kurus-kurus dan matanya berkantung. Dan gue akan menyaksikan mereka mengangkat piala juara tiga...

IPB yg juga terletak di Jawa Barat, akan membuat gue menyambangi ITB yg cukup banyak teman SMA gue di dalamnya. Gue tapi mungkin tidak akan menyapa anak-anak B*US karena saat SMA gue tidak begitu dekat dengan penerima B*US yg berasal dari SMA gue. Mungkin gue hanya akan menyapa Pentol "Hoi!" hanya karena mukanya familier. Gue akan keheranan melihat teman-teman yg berjalan serombongan dengan Pentol. Mereka terlihat selalu tertawa tanpa beban. Konon, mereka adalah penerima beasiswa yg sama dengan Pentol.

Di ITB gue lalu melihat mahasiswa dengan jaket warna-warni. "Ih, kayak anak sekolah yg seneng bikin jaket kelas aja mereka", pikir gue saat itu. Di kunjungan pertama gue ke ITB(sekitar Agustus 2010), gue mendapat sambutan yg hangat dari teman-teman SMA gue karena ikatan alumni SMA gue di ITB merupakan yg paling kompak. Tapi sayang mereka tidak bisa fullteam akibat Rrrambot, Kikbot, Hylbot, dan Pentol harus mengurus kegiatan bakti sosial B*US. Di sore hari, barulah mereka menampakkan batang hidungnya. Gue lalu dikenalkan dengan Wahy*, Ria*, Dama*, Baga*, Nu*, dan yg lainnya. Hei, ada dua orang yang namanya sama dengan gue! Mereka tampak sangat bahagia dan ceria. Gue heran dengan mereka, padahal baru dua bulan sejak keberangkatan Pentol, Hylbot, Kikbot, dan Rrrambot ke Bandung, mereka sudah seperti anak SMA yg kenal selama 3 tahun. Gue mendengar ada yg disebut Walay, Nyambik, dan berbagai julukan unik lainnnya.

Beberapa bulan kemudian teman-teman SMA gue susah diajak kumpul untuk menemani gue main di ITB. Akhirnya gue baru ke ITB lagi di awal Maret tahun 2012. Saat itu sedang diadakan acara besar yg ramai dengan anak-anak SMA, namanya Aku Masuk ITB 2012. Gue akan berpikir "Acara apaan sih itu? belagu amat anak ITB, pamer kali ya??". Entah siapa ketuanya, panitianya terlihat sangat menikmati pekerjaan mereka dan sangat kompak. Gue pun iseng masuk ke pamerannya.

Gerombolan mahasiswa berjaket abu-abu yg di lengannya terdapat logo yg mirip logo PLN menarik perhatian gue. Ketika gue tanya, ternyata mereka berasal dari jurusan teknik elektro, teknik tenaga listrik, dan teknik telekomunikasi. Gue mendadak teringat materi dari mata pelajaran Fisika SMA yg tidak gue sukai. Obrolan di antara mereka yg sedang membicarakan PR pun terdengar membingungkan. Entah apa itu Fuye, ADC, transien, dan treshold. Mungkin gue yg salah dengar, yg jelas terdengar sangat asing. Mungkin mereka dari dunia lain.

Kebetulan gue mendapat kesempatan berbincang dengan ketua panitia acara itu. Gue tidak sangka, ketuanya sama dengan gue masih tingkat dua dan ternyata acara tersebut berskala nasional! Pantas saja banyak media yg meliput. Samar-samar gue ingat, banyak dari panitianya yg merupakan anak-anak B*US.

Karena keasyikan bermain, gue memutuskan menginap di kosan R*ri sekarang lebih sering dipanggil Rifki. Kosan tersebut berada di dekat masjid di daerah Pelesiran. Di malam hari, terdengar kegaduhan dari kosan berwarna merah di dekat situ. Gue diberi tahu bahwa itu adalah kosan tempat Pentol dan beberapa anak B*US. Terdengar suara "AEEEK, AEK", "MAAAAAAAAAAAAAAAKSUDMU!", "SIAPA YANG MAU JAJANAAAN?", "NDES YUUU", dan lain sebagainya. Semalaman gue susah tidur akibat suara-suara tersebut selalu muncul. Bahkan hingga pagi masih saja berisik walaupun dengan ucapan yang berbeda, seperti "TANGI TAH, TANGI TAH", "KULIAH WOIIII".

Di pagi itu pula gue pulang dengan menyisakan keheranan. Aneh, pikir gue. Mereka mahasiswa kok kelakuannya lebih kekanak-kanakan daripada teman-teman gue saat SMA.

Tahun 2013 gue ke ITB lagi, kali ini urusan bisnis. Gue akan melakukan COD dengan recomended seller dari forum jual beli online ternama di Indonesia. Mas Tegwin namanya. Ketika berbincang dengannya, gue tahu bahwa beliau merupakan anak B*US juga. Karena ternyata transaksi berlangsung lama, gue pun diajak masuk ke kosan beliau.

Gue SHOCK! Ini kosan mahasiswa paling aneh yg pernah gue lihat! Di lantai satu terasa dingin, lantai 3 panas. Aroma tiap lantai juga berbeda. Jemuran tergeletak di mana-mana. Banyak kamar yang ditinggal penghuninya yang dibiarkan terbuka padahal di dalamnya terdapat laptop. Di tembok dekat kamar Mas Tegwin ada tulisan GEA GAME CENTER dan iklan Dokter Cinta. Di dekat tangga ada singkong yang dikeringkan tapi berjamur. Sejenak gue menyapa dan masuk ke kamar Pentol, di dalamnya banyak batu-batuan. Di salah satu jendela di dekat kamar Pentol, terdapat antena TV yang ditempelkan dengan selotip. Kamar Mas Tegwin sendiri bertuliskan "RUANG REKTOR".

Setelah bertransaksi, muncul manusia-manusia kurus yg minggu sebelumnya mengajak diskusi gue tentang agrobisnis. Namanya Dambeach, Nyambik, Mucho, Kakek, dan Am I Real. Diskusi singkat dengan mereka menghasilkan ide-ide untuk membuat proposal bisnis yg akan diajukan ke lomba Spirit GKN. Dan kini gue dengar hanya Dambeach yg proposalnya lolos ke tahap 3000 besar. Tentu saja gue juga lolos :)

***
Sekian teman-teman, ini cerita gue kalo gue gak jadi masuk ITB. Eits, tapi ini kalo gue masuk IPB lho ya :3
Biar ceritanya tambah panjang, gue tambahin gimana kalo gue jadinya masuk Polines, Polteknik Negeri Semarang. Yaaah, kurang lebih ceritanya sama dengan yang di atas. Mungkin gue bukan maniak bisnis pertanian, tapi gue fokus menapaki langkah menuju dirut PLN. Mungkin alasan gue main ke ITB adalah untuk menjalin kerja sama atau berdiskusi tentang community development dengan himpunan berjaket abu-abu dengan logo yg mirip logo PLN di lengan mereka.

Sekian imajinasi saya malam pagi ini :)

Balada Move On Kosan

Tahukah kalian, perpisahan itu seringkali menyakitkan?

Tapi, kenapa kalian sering sekali membangkitkan kenangan tentangnya?

Lucu? Ya, bagi kalian..

Bagi gue, seringkali masih terasa sakit..

***


Tahukah kalian, masa depan tidak kita ketahui agar kita bisa tetap optimis?

Tapi, kenapa kalian sering sekali mengungkit masa lalu gue?

Lucu? Ya, bagi kalian..

Bagi gue, seringkali masih terasa sakit..

***

Tahukah kalian, gue berusaha melupakan kenangan itu dan mencari yang lebih baik?


Tapi, kenapa kalian sering sekali menyebutnya?

Lucu? Ya, bagi kalian..

Bagi gue, seringkali masih terasa sakit..

***

Tawa kalian juga tawa gue, tapi kalian engga ngrasain sakit yg sama dengan gue

Memang, kadang gue jadi terbantu menjadikan masa lalu gue sebagai sebuah lelucon.

Tapi bagaimana dengan dia yang berperan sebagai tokoh utama dalam sejarah hidup gue? Jangan-jangan dia tersinggung dengan semua lelucon kalian..

Uncertainty my friend

Hidup ini penuh dengan ketidakpastian, sangat relatif! Semua tergantung dari sudut pandang orang-orang yang sudah pasti berbeda. Kadang suatu hal terlihat baik oleh seseorang, namun tidak demikian bagi orang lain. Sangat tentatif! Sangat relatif!

Sebagai contoh, orang bertubuh gemuk mencoba berbagai cara untuk menjadi kurus. Mulai dari puasa Senin-Kamis (meski tidak ada satupun di Qur'an atau Hadist yang menyebutkan bahwa puasa menyebabkan kurus), sampai diet secara ga aturan. Bahkan kalo minum cola harus yang ada tulisannya "diet coke" walauun harus merogoh kocek lebih dalam dari biasanya, tapi takapalah, yang penting kurus. Kemudian coba tanyakan ke orang bertubuh kurus, apakah mereka ingin gemuk? Jika aku (sebagai oang kurus) ditanyai hal seperti itu, maka jawabanku adalah "IYA".

Contoh lainnya, orang Indonesia yang umumnya bertubuh kecoklatan, berusaha mati-matian untuk memutihkan kulit. Menurut mereka kulit yang putih, bersih, mengkilap, ampe bisa memantulkan cahaya matahari itu membuatnya terlihat lebih cantik atau ganteng. Tapi coba tengok bangsa Eropa dan Amerika yang berkulit putih. Mereka dengan seenaknya tiduran di tepi pantai, tepat di bawah teriknya sinar matahari. Untuk apa? Membuat kulit mereka menjadi coklat! Karena menurut mereka mempunyai kulit coklat itu "sexy". Tidak mengherankan jika krim pemutih tidak begitu laku di sana.

Aneh bukan?
Orang gemuk ingin kurus, orang kurus ingin gemuk.
Orang berkulit coklat ingin putih, orang berkulit putih ingin coklat
Orang sibuk pengen santai, orang santai pengen punya kesibukan
Orang ga punya pacar ingin punya pacar, orang yang udah punya pacar, pengen nambah pacar (kampret emang)

Yahh biarkanlah mereka dengan obsesi mereka masing-masing
tidak usah kebanyakan menjudge mereka, karena yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut mereka.

Hidup itu penuh dengan ketidakpastian
Uncertainty my friend
 
Zombie Twenty Fourolololol © 2010 | Designed by Trucks, in collaboration with MW3, Broadway Tickets, and Distubed Tour